Tabik pun...!!!
selamat datang di my blog
silahkan kunjungi dan bila perlu tinggalkan saran/kritik dan komen yang sekiranya membangun untuk saya. terima kasih semoga bermanfaat
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... “Dan perumpamaan orang-orang yang
membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk
keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran
tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan
buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan
gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.”
(QS. Al-Baqarah: 256)
Poros sedekah memang tak lain adalah niat
yang baik. Sumber kebaikan adalah Allah maka sewajarnyalah kita
mengharapkan kebaikan dari-Nya. Caranya tak lain dengan berdekat-dekat
dengannya dan berusaha menjalankan apa yang Dia perintahkan dan
meninggalkan apa yang Dia larang.
Kisah ini dialami seorang
guru madrasah di kota Bekasi. Namanya adalah Ustadz Ahmad. Laki-laki ini
sehari-hari mengabdi di madrasah mengajar murid-murid Tsanawiyah
pelajaran agama.
Jarak antara rumahnya dengan tempat ia
mengajar cukup jauh. Tapi terdorong rasa pengabdian ia hampir tak pernah
absen mengajar. Keuntungannya, ia bisa menumpang mobil guru lain yang
juga mengajar di madrasah yang sama.
Pekerjaan Ahmad tak
mendatangkan income yang besar. Malah kalau dihitung rata-rata kebutuhan
hidup orang Jakarta penghasilannya cukup minim. Ia harus pandai-pandai
mengatur keuangannya. Tapi semua ia hadapi dengan rasa syukur. “Rezeki
mah ada yang ngatur,” begitu katanya suatu waktu.
Yang
menjadi beban pikirannya adalah pasangan hidup. Wajar saja, usianya saat
ini sudah menginjak angka 33, usia yang sangat layak untuk beristri.
Masalah rezeki menurutnya tak terlalu sulit. Dapat dikit maka yang
dibelanjakan sedikit, kalau kebetulan dapat agak banyak barulah dia bisa
membeli kebutuhan hidupnya yang lain seperti baju dan sepatu. Tapi
kalau masalah jodoh, singguh menjadi satu misteri bagi dirinya.
Masalah ini cukup menjadi beban pikirannya. Ia sadar Allah memang
mengatur jodoh tiap-tiap hamba-Nya. Tapi ia juga sadar, sebagai makhluk
ia harus berikhtiar karena itulah tuntunan yang diberikan agama. Maka
Ahmad cukup gencar mencari-cari siapa kira-kira yang bisa ia jadikan
istri untuk mendampingi hidupnya.
Salah satu bagian dari
ikhtiarnya adalah bersedekah. Ahmad selalu rutin bersedekah ke masjid
setiap shalat Jum’at. Jumlah memang tak terlalu besar, 5-10 ribu rupiah
. Kalau kebetulan ia dapat gaji, ia akan meningkatkan sedekahnya itu
menjadi 20 ribu rupiah. Demikianlah memang kemampuan sedekah yang
dimiliki Ahmad mengingat penghasilan yang tak seberapa, hanya beberapa
ratus ribu saja perbulan.
Tapi ia selalu konsisten melakukan
itu. Terselip doa agar sedekah itu bisa mendatangkan kebaikan baginya.
Tak hanya masalah jodoh tapi juga masalah yang lainnya.
“Saya hanya berusaha istiqamah saja. Selain itu saya tetap berusaha mencari-cari jodoh yang cocok,” ujarnya pada Hidayah.
Demikianlah. Hal itu berjalan dalam beberapa bulan. Terselip keyakinan
di hatinya bahwa doanya pastilah didengar Allah pada waktu dan keadaan
yang tepat. Di luar itu ia memperbanyak ibadah. Itu semua membuat
hatinya tenang dalam menjalani hari-harinya.
Tiga Wanita ....
Dalam waktu yang berjalan, Ahmad berkenalan dengan seorang wanita.
Wanita ini ternyata seorang mahasiswi sebuah perguruan tinggi di daerah
Jakarta Timur. Pertemuannya waktu halal bi halal idul fitri di
kampungnya.
Wanita tersebut ternyata masih tetangga dengannya.
Ahmad tak mengenalinya karena memang sebagian besar waktunya tidak ia
habiskan di rumah melainkan mengajar dan sebelumnya menuntut ilmu di
pesantren.
Acara halal bi halal itu adalah mengunjungi rumah
para ustadz dan sesepuh desa. Yang mengikutinya adalah kalangan
anak-anak muda. Ahmad ditunjuk untuk menjadi salah satu koordinator
karena ia relatif paling senior dibanding lainnya. Saat itulah ia
berkenalan dengan wanita muslimah tersebut.
Sadar bahwa wanita
yang ia dekati masih kuliah, Ahmad tak terlalu menaruh harap. Tapi ia
menjalin hubungan baik. Di luar itu, ia juga menjalin komunikasi dengan 2
orang wanita lainnya. Wanita-wanita ini rata-rata menerimanya dengan
baik, karena Ahmad memang laki-laki yang baik, santun dan tahu etika
bergaul dengan lawan jenis.
Tak ingin lama-lama terjebak dengan
hubungan yang tak menentu, Ahmad mulai ancang-ancang untuk menawari
ketiga wanita itu posisi sebagai istrinya.
Untuk menguatkan
hatinya ia semakin memperbanyak ibadah dan tetap rutin bersedekah. Untuk
bersedekah ia kali ini menemui salah seorang ustadznya yang menjadi
pengurus sebuah masjid di dekat daerahnya. Ia membicarakan maksud
hatinya kepada sang ustadz.
Kali ini ia ingin bersedekah lebih
besar dari biasanya yakni Rp. 50 ribu. Sang ustadz mengabarkan,
kebiasaan di masjidnya, kalau ada orang bersedekah minimal 50 ribu ke
atas maka akan diumumkan kepada jamaah dan didoakan. Macam-macam hajat
orang bersedekah itu akan disebut dan dimintakan kepada Allah agar niat
yang bersangkutan terkabul.
“Jujur saya ingin mendapat jodoh ustadz,” ujar Ahmad.
“O ya tidak apa-apa bagus sekali itu,” ujar ustadznya.
Maka Ahmad pun menyerahkan uang 50 ribu itu. Tapi ia berpesan agar namanya tak usah disebut.
Demikianlah. Ahmad menunaikan sedekahnya. Ia tak tahu apakah sedekahnya
betul-betul diumumkan atau tidak. Ia juga tak tahu apakah niatnya itu
masuk dalam daftar doa yang dibacakan panitia masjid kepada jamaah. Tapi
hatinya sudah ikhlas bersedekah seraya memanjatkan doa kepada-Nya.
Selang beberapa waktu, Ahmad pun menunaikan maksudnya untuk menanyakan
langsung kepada tiga orang wanita yang berteman baik dengannya tawaran
untuk menjadi istrinya. Ia sadar ia memang bukan laki-laki berkecukupan.
Yang ada dihatinya adalah niat ibadah kepada-Nya,
menyempurnakan separuh agamanya. Ia berniat tak ada hal yang akan ia
tutup-tutupi perihal dirinya, pekerjaannya, juga penghasilannya kepada
para wanita itu.
Wanita pertama yang ia datangi menerima baik
maksud Ahmad. Tapi ia mengajukan syarat untuk tidak menikah dalam tahun
2010 ini. Ia masih punya tanggungan membiayai adiknya yang kuliah. Ahmad
pun mafhum. Perempuan ini tak bisa memenuhi niatnya.
Wanita
kedua juga demikian. Ia menerima dengan baik tapi merasa belum punya
kesiapan. Ia tak bisa jika harus menikah di tahun ini juga. Ahmad pun
kembali mafhum dan memaklumi penjelasan itu.
Wanita ketiga
adalah wanita tetangganya yang pertama kali ia kenal di acara halal bi
halal idul fitri tahun 2009 lalu. Wanita ini juga menerima dengan baik
tapi juga merasa siap kalau ia sudah menyelesaikan studinya.
Saat kabar itu didengar oleh orang tua si wanita, ternyata responnya
juga baik. Masalah kuliah dinilai tak akan menjadi penghalang karena si
wanita tetap bisa melanjutkan kuliahnya walaupun statusnya menikah.
Demikianlah. Dengan dukungan orangtuanya, si wanita menjadi berpikiran
lain. Apalagi Ahmad yang ia lihat memang adalah laki-laki baik, mengerti
agama dan memiliki kemampuan untuk menjadi imamnya. Jadi sayang juga
kalau dilewatkan. Akhrinya ia menyanggupi tawaran itu, bersedia dilamar
dan melangsungkan pernikahan tahun ini juga.
Ahmad sangat
bersyukur dengan hal itu. Tak henti ia mengucapkan tahmid. Apalagi, ia
tak dibebankan biaya sedikitpun untuk menyelenggarakan pernikahannya.
Semuanya ditanggung oleh keluarga besarnya.
Tentu ini adalah
berkah yang tak terkira, karena ia tak perlu susah-susah mencari uang
seperti beberapa orang teman sebayanya yang harus menyiapkan uang
sendiri untuk membiayai pernikahan mereka. Dengan berbaju pengatin warna
hijau, Ahmad duduk di pelaminan bersama istrinya.
Keyakinan
Ahmad pun terbukti. Niat yang baik, ikhtiar yang baik, serta sedekah
yang baik, pastilah berbuah sesuatu kebaikan pula. Kini ia mendapat
bukti sendiri bagaimana sedekah memang merupakan sebuah pohon subur yang
berbuah lebat.
Setelah menikah ia semakin merutinkan dirinya untuk senantiasa bersedekah. Sebaik, dan semampu yang ia bisa ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar